MAKALAH ILMU PENDIDIKAN
Disusun Guna Melelengkapi Tugas Matakuliah ILmu Pendidikan
Pengampu : Dr. Tjipto S, MSi
Disusun Oleh:
Oleh :
DANANG SUGENG RIYADI
A510 070 082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
Materi kuliah Ilmu Pendidikan
I Pseudo-education dalam sehari-hari
1. Memahami dimensi manusia dan potensinya
2. Gejala-gejala pendidikan dari berbagai segi kehdupan
3. Pendidikan dan pengembangan jatidiri manusia
4. Manusia; Zoon Politican dan Homo educable
5. Outcome Pendidikan;Insan paripurna
II. Pendidikan dalam sebuah sistem keilmuan
1. Pengertian pendidikan, ta'lim,ta'dib dan tarbiyah
2. Pendidikan sebagai disiplin ilmu pendidikan.
3. Tujuan ilmu pendidikan
4. Orientasi ilmu pendidikan
5. Ruang lingkup ilmu pendidikan
6. Urgensitas ilmu pendidikan untuk profesionalisme guru
7. Urgensitas ilmu pendidikan untuk kemajuan masyarakat
III. Pendidikan sebagai sebuah system manajemen pengelolaan
1. Unsur, komponen dan faktor-2 pendidikan
2. Azas-azas pendidikan dan landasan kependidikan
3. Peserta didik dan aspek-aspeknya
4. Pendidik dan aspek-aspeknya
5. Isi /kurikulum pendidikan
6. Alat, media, teknologi pendidikan
7. Strategi, Pendekatan dan Metode pendidikan
8. Lingkungan (environment)pendidikan
IV. Lembaga(institusi) pendidikan
1. Pengertian dan lingkup lembaga pendidikan
2. Pendidikan keluarga; pengertian, tugas, materi, ciri dan fungsinya
3. Pendidikan sekolah ; pengertian, tugas, syarat, materi, system, jenis, fungsi dan tanggung jawab
4. Pendidikan masyarakat; pengertian, tugas dan pelaksanaan, materi, fungsi dan tanggung jawab
5. Hubungan timbal balik pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat (hubungan simbiosis)
V. Aliran – Aliran Pembaharuan pendidikan
1. Pengertian, Fungsi dan pengelompokan aliran pendidikan
2. Developmentalisme pendidikan
3. Progresifisme pendidikan
4. Rekonstruksionalisme pendidikan
5. Esensialisme pendidikan
6. Perenialisme pendidikan
VI. Profesionalisme Guru
7. Sikap dan prilaku guru cermin keteladanan
8. Pegertian dan isi kode etik guru
9. Persyaratan kompetensi sebagai guru
10. Memahami UU Guru dan Dosen
11. Mewujudkan ciri-ciri citra Guru Efektif
VII. Long life education (Pendidikan Seumur hidup)
1. Pengertian, dan dasar
2. Tujuan, dan target
3. Alasan dan aplikasinya
4. Menjadi manusia pembelajar
5. Kecerdasan manusia, martabat hidup dan kemajuan masyarakat
VIII. Sistem pendidikan Nasional
1. Pengertian dan dasar Sistem pendidikan Nasional
2. Hierarkhi tujuan pendidikan nasional dan ciri-cirinya
3. Sasaran, azas, dan fungsi pendidikan Nasional
4. Menelaah dan evaluasi UU sistem pendidikan nasional No.20 Th. 2003
IX. Pendidikan agama di Indonesia
1. Kebijakan Politik;Determinasi Pendidikan Umum dan Agama
2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Indonesia
3. Tujuan dan sistem PAI di Indonesia
4. Materi, ruang lingkup pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab
5. Pendidikan Agama dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
6. Pendidikan Agama dalam berbagai jenjang (SD,SLTA/SMTA/PT)
X. Demokrasi pendidikan
1. Pengertian dan prinsip demokrasi pendidikan
2. Karakteristik demokrasi pendidikan
3. Sentralisasi dan desantralisasi pendidikan
4. Kepemimpinan dan fungsinya dalam pendidikan
XI. Inovasi Pendidikan
1. Pengertian dan urgensi Inovasi Pendidikan
2. Karakteristik dan ruang lingkup inovasi pendidikan
3. Langkah-langkah peningkatan inovasi
4. Inovasi dan pencapain tujuan pendidikan
XII. Probolem kependidikan di Indonesia
1. Makna problem dan masalah kependidikan
2. Pokok-pokok permasalahan kependidikan
3. Kompleksitas problem pendidikan
4. Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pendidikan
5. Problema pendidikan di Indonesia
BAB I
Pseudo-education dalam sehari-hari
A. PENDAHULUAN
Perlu kita ketahui dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidak muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Sebagaimana Allah berfirman :
خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)
Artinya :
” Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. ” ( QS. Al `Alaq [96] : 2 )
Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwasannya manusia bukan tercipta dengan sendirinya. Jadi ada yang menciptakan yaitu Sang Kholik Allah SWT.
Sangat tidak logis bila kita berpikir bahwa semua fungsi kompleks ini terjadi “atas kemauan sendiri”. Tidak ada seorang pun yang memiliki kekuatan untuk menciptakan dirinya sendiri, menciptakan orang lain, atau menciptakan benda lain. Allah-lah yang menciptakan semua kejadian yang telah dijelaskan tadi, pada setiap saat terjadinya, setiap detiknya, dan setiap tahapannya.
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perem-puan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan seka-li-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (QS. Faathir, 35: 11) !
Tubuh kita, yang terbentuk hanya dari “setetes mani”, berubah men-jadi manusia yang memiliki jutaan keseimbangan yang rumit. Meskipun tidak kita sadari, di dalam tubuh kita terdapat sistem yang teramat kom-pleks dan rumit, yang membantu kita bertahan hidup. Semua sistem ini dirancang dan dioperasikan hanya oleh Sang Pemilik dan Pencipta kita, yakni Allah, untuk menyadarkan kita bahwa “kita diciptakan”.
Manusia diciptakan oleh Allah. Sejak diciptakan, manusia tidak per-nah “dibiarkan tanpa pengaturan atau tanpa tujuan”.
Didalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan yaitu terbentuk dari kumpulan terpadu atau pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, dari apa yang disebut Sifat Hakikat Manusia. Oleh karena itu didalam ilmu sosial dasar manusia sering disebut juga makhluk sosial yang berarti manusia tidak bisa hidup sendirian ( individual ) dan sangat tergantung pada orang lain, sehingga manusia harus berinteraksi dengan makhluk lainnya..
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki dan pada dasarnya sifat tersebut, hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Adapun pemahaman pendidikan terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk tentang karakteristik manusia.
Dan juga dalam pendidikan merupakan media terpenting untuk membangun suatu kelompok atau golongan. Serta dalam pendidikan tersebut dijadikan sebagai sumber daya pembangunan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diharapkan tidak membuat kesalahan-kesalahan mendidik sebab kesalahan dalam mendidik bisa jadi akan berakibat fatal karena sasaran pendidikan adalah manusia.
Dalam kehidupan nyata biasanya yang berperan lebih bagi seseorang dalam kehidupannya ialah seorang Ibu, Bapak dan Guru, mereka inilah yang lebih berperan aktif dalam kependidikan bagi seseorang terutama anak-anak dan generasi muda.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.” (At-Tahrim: 6).
Ibu, bapak dan guru bertanggung jawab di hadapan Allah terhadap pendidikan generasi muda. Jika pendidikan mereka baik, maka berbahagialah generasi tersebut di dunia dan akhirat. Tapi jika mereka mengabaikan pendidikannya maka sengsaralah generasi tersebut, dan beban dosanya berada pada leher mereka. Untuk itu disebutkan dalam suatu hadits Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam:
(( كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ))
“Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin, dan masing-masing bertanggung jawab atas yang dipimpin-nya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Maka adalah merupakan kabar gembira bagi seorang guru, perhatikan sabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam berikut ini:
(( فَوَ اللهِ لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النِّعَمَ ))
“Demi Allah, bahwa petunjuk yang diberikan Allah kepa-da seseorang melalui kamu lebih baik bagimu daripada kekayaan yang banyak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan juga merupakan kabar gembira bagi kedua orangtua, sabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam berikut ini:
(( إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ ))
“Jika seseorang mati maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).
Maka setiap pendidik hendaknya melakukan perbaikan dirinya terlebih dahulu, karena perbuatan baik bagi anak-anak adalah yang dikerjakan oleh pendidik, dan perbuatan jelek bagi anak-anak adalah yang ditinggalkan oleh pen-didik. Karenanya, sikap baik guru dan orangtua di depan anak-anak merupakan pendidikan yang paling utama.
B. SIFAT HAKIKAT MANUSIA
Adapun dalam landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifat hakikat manusia merupakan kategori Filosofis Normatif. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kuat untuk diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal tentang ciri hakiki manusia. Sedangkan bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi suatu keharusan.
1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai ciri khas atau karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Makhluk manuisa itu mempunyai fungsi-fungsi organ tubuh yang sama dengan yang dipunyai oleh makhluk-makhluk lainnya, dan khususnya kesamaan ini jelas terlihat kalau dibandingkan dengan jenis-jenis kera besar.
Menurut Socrates ( seorang Filosof ) yaitu,
Misalnya Bentuk orang hutan, bertulang belakang seperti manuisa, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan menyusui anaknya, pemakan segala, dan adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Bahkan Socrates ( filosof ) menamakan manusia itu Zoom Politicon ( hewan yang bermasyarakat ).
Dalam pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, bahwa hewan dan manuisa itu hanya berbeda secara gradual atau perlahan-lahan, yaitu suatu perbedaan yang dengan melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur lalu berubah menjadi es batu. Solah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan orang hutan dapat dijadikan manusia. Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik dengan manusia telah ditemukan.
Charles Darwin ( dengan teori evolusinya ) telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari primata atau kera, tetapi telah gagal. Ada misteri yang dianggap menjembatani proses perubahan dari primat ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan yang disebut The Missing Link yaitu statu mata rantai yang putus.
2. Wujud Sifat Hakikat Manusia
Dalam pandangan islam, makhluk adalah ciptaan Allah, bukan tercipta atau dengan sendirinya. Inilah hakikat pertama tentang manuisa. Hakikat wujudnya ialah bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan di dunia barat, dikatakan bahwa perkembangan seorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan dan sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya. Sebagai sintesisnya dikembangkan dengan teori ketiga yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya.
Dan telah di kemukakan oleh paham eksistensialisme, mengenai wujud sifat hakikat manusia ( yang tidak dimiliki oleh hewan ) dengan maksud menjadi masukan dalam mebenahi konsep pendidikan , yang diantaranya :
a. Kemampuan Menyadari Diri;
b. Kemampuan Bereksistensi;
c. Pemilikan Kata Hati;
d. Moral;
e. Kemampuan Bertanggung Jawab;
f. Rasa Kebebasan ( Kemerdekaan );
g. Kesediaan Melaksanakan Kewajiban Dan Menyadari Hak;
h. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan;
Konsepsi manusia dengan behaviorisme, teori kaum ini lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia (kecuali instink) adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak membahas baik buruknya manusia, rasional ataupun emosionalnya, dia hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan, maka timbullah konsep manusia mesin (homo mechanicus).
Aris Toteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, sebuah meja lilin (tabularasa) yang siap ditulis oleh pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan kepemilikan pengetahuan. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience).
Kaum behavioris berpendirian : oragnisme dilahirkan tanpa sifat-sifat social atau psikologis; perilaku adalah pengalaman; dan perilaku dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan.
Daftar Pustaka
Al Qur`an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI
BAB II
Pendidikan dalam sebuah sistem keilmuan
Ilmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik. Definisi yang terpenting :
• Meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran, dan toleransi
• Meningkatkan questioning skills dan kemampuan menganalisakan sesuatu - termasuk pendidikannya
• Meningkatkan kedewasaan individu
• Untuk perkembangan Negara, diperlukan pendidikan yang menghargai kreativitas dan individual thinking supaya negara dapat membuat sesuatu yang baru dan lebih baik, dan tidak hanya meng-copy dari negara lain.
Pengertian ilmu pendidikan disampaikan oleh para pakar, antara lain :
Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik).
Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmu pendidikan mempelajari suasana dan proses-proses pendidikan. Menurutnya, perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan:
• Adanya tujuan yang hendak di capai
• Adanya subjek manusia
• Yang hidup bersama dalam linkungan hidup tertentu
• Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Prof. Brodjonegoro; ilmu pendidikan merupakan teori pendidikan, perenungan, tentang pendidikan.
Pendidikan lebih tua dibandingkan ilmu pendidikan, sebab pendidikan telah ada sebelum ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Dalam ilmu pendidikan, dikenal unsur-unsur pendidikan, antara lain:
1. Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;
2. Ada pendidik, pembimbing;atau penolong;
3. Ada yang didik
4. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan;
5. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Berikut faktor-faktor pendidikan yang dikenal dalam ilmu pendidikan, yaitu :
1. Faktor tujuan,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2. Faktor Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, meliputi: orang dewasa, orang tua, guru, pemimpin masyarakat, dan pemimpin agama.
3. Faktor Anak Didik.
Karakteristiknya adalah: belum memiliki pribadi dewasa, masih menyempurnakan aspek kedewasaannya, memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu.
4. Faktor Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya pendidikan tertentu.
5. Faktor Lingkungan, menurut Sartain (ahli Psikologi Amerika), lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes. Pada dasarnya mencakup tempat, kebudayaan dan kelompok hidup bersama.
Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu :
1. Pendidikan klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2. Pendidikan pribadi
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),
3. Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4. Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
BAB III
Pendidikan sebagai sebuah system manajemen pengelolaan
A. Pengertian Manajemen
Perkembangan dinamis aplikasi manajemen berangkat dari keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yang berasal dari bahasa Inggris: management dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).
Dengan demikian, manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya untuk memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola berbagai sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.
B. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
a. Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk menjembatani masa kini dan masa depan yang meningkatkan kemungkinan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan amat penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam dinamika masyarakat, organisasi beradaptasi kepada tuntunan perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The planning process can be considered as the vehicle for accomplishment of system change”. Tanpa perencanaan sistem tersebut tak dapat berubah dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam sistem terbuka, perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan lingkungan menghendaki atau menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu diciptakan dalam organisasi tergantung pada rasionalitas pembuat keputusan. Bagi sistem sosial, satu-satunya wahana untuk perubahan inovasi dan kesanggupan menyesuaikan diri ialah pengambilan keputusan manusia dan proses perencanaan.
Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan sebagai implementasi perencanaan, diantaranya:
- Merinci tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
- Menerangkan atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
- Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
- Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk pelaksanaan lainnya.
- Mempersiapkan uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala pengkajian.
- Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
- Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.
- Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
- Menyiapkan anggaran dan mengamankan dana.
- Menghemat ruangan dan alat-alat perlengkapan.
Hirarki Rencana
Visi,
Misi,
Tujuan
Sasaran
Strategi
Kebijakan
Prosedur dan Kebijakan
Program
Anggaran
Sumber: Terry (1986); Kadarman et.al (1996)
b. Organizing
Tujuan pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi dengan menerapkan tugas dan hubungan wewenang. Malayu S.P. Hasbuan (1995) mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dilihat terdiri dari tiga aktivitas berurutan: membagi-bagi tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan untuk membentuk departemen (departementalisasi), dan mendelegasikan wewenang (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu aktivitas manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar seperti masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa mempunyai dan menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang tak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yang ada dalam pekerjaan.
c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.
Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan dapat diartikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang sama tanpa paksaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
Ada tiga keterampilan pokok yang dikemukakan Hersey dan Blanchard (1988) -sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen Lembaga Pendidikan Islam- yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu:
1. Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training.
2. Human skill-ability and judgment in working with and through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership.
3. Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate group.
d. Controling
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam konteks pendidikan, Depdiknas (1999) mengistilahkan pengawasan sebagai pengawasan program pengajaran dan pembelajaran atau supervisi yang harus diterapkan sebagai berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha mengatasi hambatan yang dihadapi para instruktur atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif
4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.
3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan
Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:
a. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan
b. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development), meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)
c. Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS
d. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
e. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam merangkul seluruh pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.
Daftar Pustaka
David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan II. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta, Khairul Bayan.
Johnson, R.A. 1973. The Theory and Management of System. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia.
Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management: Concepts, Practices and Skills. New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.
Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford University Press.
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung: Media Pustaka.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Cetakan I. Jakarta: Ciputat Pres
BAB IV
Lembaga(institusi) pendidikan
Sekolah lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari, oleh dan untuk masyarakat. Sekolah berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.
1. Fungsi dan Peranan Sekolah (Hasbullah. 2003)
1.Fungsi Lembaga Sekolah
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak didik
b. Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran
Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
d. Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
e. Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku generasi muda.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat.
2. Peranan Lembaga Sekolah
a. Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan.
b. Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.
1 Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan agama.
1 2.Tanggung Jawab Sekolah
• Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.
• Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan.
• Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatannya.
3. Sifat-sifat Lembaga Pendidikan Sekolah
a. Tumbuh sesudah keluarga (pendidikan kedua), maksudnya sekolah memikul tanggung jawab dari keluarga untuk mendidik anak-anak mereka.
b. Lembaga Pendidikan Formal, dalam arti memiliki program yang jelas, teratur dan resmi.
c. Lembaga pendidikan tidak bersifat kodrati. Maksudnya hubungan antara guru dan murid bersifat dinas, bukan sebagai hubungan darah.
4. Macam-macam Sekolah
a. Ditinjau dari Segi yang Mengusahakan
• Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah, baik segi fasilitas, keuangan maupun tenaga pengajar.
• Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh badan-badan swasta. Terdiri atas 4 status yakni : Disamakan, Diakui, Terdaftar dan Tercatat.
b. Ditinjau dari Tingkatan
• Pendidikan Pra Sekolah, yaitu pendidikan sebelum Sekolah Dasar.
• Pendidikan Dasar, yaitu : Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah dan SLTP/ MTs.
• Pendidikan Menengah, yaitu : SLTA & Kejuruan atau Madrasah Aliyah.
• Pendidikan Tinggi, yaitu : Akademi, Institut, Sekolah Tinggi atau Universitas.
c. Ditinjau dari sifatnya
• Sekolah Umum, yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Misalnya : SD, SLTP dan SLTA.
• Sekolah Kejuruan, yakni lembaga pendidikan sekolah yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu. Misalnya : SMEA, MAK, SMK dan STM.
5. Sumbangsih Khas Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan
a. Sekolah Melaksanakan tugas mendidik maupun mengajar anak, serta memperbaiki, memperluas tingkah laku si anak didik.
b. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menerima dan memiliki kebudayaan bangsa
c. Sekolah membantu anak didik mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan kerja.
B. LEMBAGA PENDIDIKAN Masyarakat
Masyarakat sebagai lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Dalam hal ini, masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya ikut serta menyelenggarakan pendidikan, membantu pengadaan tenaga & biaya, sarana dan prasarana dan menyediakan lapangan kerja. Karenanya, partisipasi masyarakat membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang sangat diharapkan. (Drs. Fuad Hasan. 1995) pendidikan dalam masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah
b. Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah atau drop out
c. Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu pendek
d. Peserta tidak perlu homogen
e. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis
f. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus
g. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan meningkatkan taraf hidup
1.Beberapa Istilah Jalur Pendidikan Luar Sekolah ( Drs. Fuad Hasan. 1995)
a. Pendidikan Sosial, yaitu proses yang diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat untuk mendidik individu & lingkungan sosial, supaya bebas dan bertanggung jawab.
b. Pendidikan Masyarakat, merupakan pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem persekolahan resmi.
c. Pendidikan Rakyat adalah tindakan-tindakan atau pengaruh yang terkadang mengenai seluruh rakyat.
d. Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang dilakukan di luar sistem persekolahan biasa.
e. Mass Education adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa di luar lingkungan sekolah
f. Adult Education adalah pendidikan untuk orang dewasa yang mengambil umur batas tertinggi dari masa kewajiban belajar.
g. Extension Education adalah suatu bentuk dari adult education, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah biasa, yang khusus dikelola oleh Perguruan Tinggi untuk menyahuti hasrat masyarakat yang ingin masuk dunia Universitas, misalnya Univ. Terbuka
h. Fundamental Education ialah pendidikan yang bertujuan membantu masyarakat untuk mencapai kemajuan sosial ekonomi, agar mereka dapat menempati posisi yang layak
2. Sasaran dan Program Pendidikan Jalur Luar Sekolah( Drs. Fuad Hasan. 1995).
a. Para buruh dan Petani
b. Kebanyakan berpendidikan rendah atau bahkan tidak sama sekali. Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan yang mampu menolong meningkatkan produktifitas dengan mengajarkan keterampilan dan metode baru, yang mendidik mereka agar bisa memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan kepala keluarga serta mampu menggunakan waktu secara efektif.
c. Para Remaja Putus Sekolah
d. Golongan remaja yang menganggur memerlukan pendidikan yang menarik, merangsang dan relevan dengan kebutuhan hidupnya.
e. Para Pekerja yang Berketerampilan
f. Agar mampu menghadang berbagai tantangan masa depan, maka program pendidikan yang diberikan kepada mereka hendaknya yang bersifat kejuruan dan teknik. Dengan tujuan dapat menyelamatkan mereka dari bahaya keuangan, pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki serta membuka jalan bagi mereka untuk naik ke jenjang hidup yang lebih baik.
g. Golongan Teknisi dan Profesional
h. Mereka memegang peranan penting dalam kemajuan masyarakat. Karenanya, peran mereka harus dioptimalkan dengan memperbaharui dan menambah pengetahuan serta keterampilannya.
i. Para Pemimpin Masyarakat
j. Termasuk di dalamnya para pemimpin politisi, agama, sosial dan sebagainya. Mereka dituntut mampu mengaplikasikan berbagai pengetahuan mereka dan berusaha untuk memperbaharui sikap dan gagasan yang sesuai dengan kemajuan dan pembangunan.
k. Anggota Masyarakat yang Sudah Tua
l. Akibat perkembangan zaman, banyak ilmu pengetahuan yang tidak mereka dapatkan. Karena itu pendidikan merupakan kesempatan yang berharga bagi mereka.
KESIMPULAN
Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan seumur hidup dikelola atas tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat. Dimana masing-masing mempunyai tanggung jawab yang terpadu dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Keluarga sebagai lingkungan pertama, bertanggung jawab untuk memberikan dasar dalam menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius.
Sekolah sebagai lingkungan kedua bertugas mengembangkan potensi dasar yang dimiliki masing-masing individu agar mempunyai kecerdasan intelektual dan mental. Dari individu yang cerdas, akan lahir bangsa yang cerdas yang mampu memecahkan masalahnya sendiri. Masyarakat sebagai lembaga ketiga memberikan anak kemampuan penalaran, keterampilan dan sikap. Juga menjadi ajang pengoptimalan perkembangan diri setiap individu.
Daftar Pusataka
Drs. Fuad Hasan. 1995. Dasar-Dasar Kependidikan.Jakarta : Rineka Cipta,
Hasbullah. 2003 .Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Tim Dosen IKIP.1981.Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press
BAB V
Aliran – Aliran Pembaharuan pendidikan
A. Psikoanalis
Aliran psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, pendiri aliran ini adalah Sigmund Freud. Fokus aliran ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah. Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu
Id yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani yang terdiri dari dua bagian: i). libido - insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif. ii). thanatos–insting destruktif dan agresif
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud rasional. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas
Super ego yaitu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau ideal super ego disebut juga sebgai hati nurani,merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam sadar.
B. Behaviorisme
Aliran behaviorisme lahir sebagai reaksi aliran instropeksionisme ( menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif ) dan juga aliran psikoanalisis (berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang nampak saja yang dapat diukur dilukiskan dan diramalkan Teori dari aliran ini dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Behaviorisme mempersoalkan bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Walaupun demikian asumsi yang digunakan oleh aliran behaviorisme aliran ini banyak menentukan perkembangan psikologi.
Salah satu yang sering muncul dalam literatur psikologi adalah tentang teori “tabula rasa” sebagai kelanjutan pendapat Aristoteles yang secara garis besar menganalogikan manusia ( bayi ) sebagai kertas putih dan menjadikan hitam atau menjadikan berwarna lain adalah pengalaman atau hasil interaksi dengan lingkungannya. Teori pelaziman klasik, teori pelaziman operan dan social learning theory juga merupakan produk dari aliran ini
1. Teori pelaziman klasik
Pada awal tahun 1900an, seorang ahli fisiologi Rusia bernama Ivan Pavlov menjalankan satu siri percubaan secara sistematik dan saintifik dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada sesuatu organisme. Pavlov mengasaskan kajiannya pada 'hukum perkaitan' (Law of Association) yang di utarakan oleh ahli falsafah Yunani awal seperti Aristotle. Menurut pendapat ini, sesuatu organisme akan teringat sesuatu karena sebelumnya telah mengalami sesuatu yang berkaitan. Contohnya, apabila melihat sebuah mobil mewah, mungkin kita membuat pengandaian si pengendara mobil adalah seorang kaya atau seorang terkemuka. Andaian ini bergantung kepada pengalaman kita yang
lampau.
2. Teori Pelaziman Operant
Perkataan 'operan' diciptakan oleh Skinner yang berarti apabila organisme menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas stimulus yang diterima disekitarnya. Contohnya, seekor anjing akan menghulurkan kaki depannya sekiranya ia ketahui bahawa tingkahlaku itu akan diikuti dengan makanan. Begitu juga dengan seorang anak tidak mau rewel karena dia akan dibelikan es krim. Dalam kaitan teori ini, dikenal istilah reinforcement dan punishment.
3. Teori Social Learning Theori
Pembelajaran Sosial menyatakan bahawa seorang individu meniru tingkahlaku (imitation) yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat
C. Psikologi Kognitif
Aliran ini lahir pada awal tahun 70-an ketika psikologi sosial berkembang ke arah paradigma baru manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk pasif yang digerakkan oleh lingkungannya tetapi makhluk yang paham dan berpikir tentang lingkungannya (homo sapiens). Aliran ini memunculkan teori rasionalitas dan mengembalikan unsur jiwa ke dalam kesatuan dalam diri manusia .asumsi yang digunakan adalah manusia bersifat aktif yang menafsirkan stimuli secara tidak otomatis bahkan mendistorsi lingkungan. Jadi manusialah yang menentukan stimuli . Salah satu nama yang muncul dari aliran ini yaitu Kurt Lewin dan dikenal dengan teori :B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil interaksi antara Persons dengan Enviroment
D. Psikologi Humanistik
Lahir sebagai revolusi ketiga atau dikatakan sebagai mazhab ketiga psikologi. Psikologi humanistik melengkapi aspek-aspek dasar dari aliran psikoanalisis dan behaviorisme dengan memasukan aspek positif yang menentukan seperti cinta , kreativitas , nilai makna dan pertumbuhan pribadi. Psikologi Humanistik banyak mengambil penganut Psikoanalisis Neofreudian. Asumsi dasar aliran ini yang membedakan dengan aliran lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa manusia bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan. Selanjutnya konsep yang menjadikan teori aliran psikologi humanistik tiada duanya adalah konsep dari tokoh aliran ini yaitu Abraham Maslow yang menyatakan “studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya mutlak menjadi fondasi bagi sebuah ilmu psokologis yang lebih semesta( Frank Goble,1993,34 )
Krtik-kritik dari psikologis humanistik menunjukan perbedaaan dan asumsi yang berbeda dengan aliran –aliran lain :
Psokologi humanistik tidak mengagungkan metode statistik dan serba rata-rata tetapi melihat pada yang mungkin dan harus ada.
Psikologis humanistik tidak berlebihan melakukan penelitian eksperimen pada binatang tetapi pada kodrat manusia beserta sifat-sifat manusia yang positip.Dengan demikian pendekatan yang dilakukan bersifat multi displiner lebih luas lagi menyeluruh terhadap masalah-masalah umat manusia. Salah satu teori aliran ini adalah Teori Maslow tentang "Hirarkhi Kebutuhan Manusia. Teori ini menyatakan bahwa manusia akan dapat mengaktualisasikan diri dan percaya diri, manakala kebutuhan akan makanan, kesehatan, rasa aman dan diterima dalam suatu kelompok.
Gambar. Hirarkhi kebutuhan Abraham Maslow
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
Kebutuhan fisiologis dasar
Kebutuhan fisiologis dasar : gaji, makanan, pakaian, perumahan
Kebutuhan akan rasa aman : lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi : kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain
Kebutuhan untuk dihargai : pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya individu
Kebutuhan aktualisasi diri : kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu
DAFTAR PUSTAKA
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/psikologi-umum-f7/aliran-dalam-psikologi-dan-pandangan-tentang-karakter-manusia-t218.htm?highlight=psikologi+agama
BAB VI
Profesionalisme Guru
Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990).
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :
(1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
(2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:
(a) mantap;
(b) stabil;
(c) dewasa;
(d) arif dan bijaksana;
(e) berwibawa;
(f) berakhlak mulia;
(g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan
(i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
(3) Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar.
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah.
(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait.
(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan
(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
(4) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :
(a) berkomunikasi lisan dan tulisan
(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan. orangtua/wali peserta didik; dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Menurut Suryasubroto (2002) tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan yaitu
(a) menyusun program pengajaran seperti program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester/catur wulan, program satuan pengajaran.
(b) menyajikan/melaksanakan pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode mengajar, menggunakan media /sumber, mengelola kelas/mengelola interaksi belajar mengajar.
(c) melaksanakan evaluasi belajar: menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil evaluasi belajar, dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.”Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang amat penting” (Suparlan, 2006). Guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan itu merupakan condition sine quanon´ atau syarat mutlak dalam proses pendidikan di sekolah.
Melalui mediator guru atau pendidik, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dalam kurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat atau swasta.
Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak hanya dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih, dan pembimbing tetapi juga sebagai “social agent hired by society to help facilitate member of society who attend schools” (Cooper,1986).
Ke depan tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional lagi hangat dibicarakan dan diupayakan oleh pemerintah sekarang. Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kerativitas. ”Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama
(1) dalam bidang profesi,
(2) dalam bidang kemanusiaan, dan
(3) dalam bidang kemasyarakatan” (Isjoni, 2006).
BAB VII
Long life education (Pendidikan Seumur hidup)
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa), antara lain:
Arah Pembangunan jangka Panjang :
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam Bab IV Bagian Pendidikan, GBHN menetapkan :
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Bahkan seorang staf pengajar Universitas Paramadina, Utomo Danandjaja mengatakan bahwa konsep pendidikan seumur hidup yang saat ini juga sedang diperjuangkan badan dunia UNESCO, haruslah terakomodasi dalam UU Sisdiknas karena pada kenyataannya banyak tokoh-tokoh yang tidak memiliki ijazah formal tetapi memiliki kepakaran dalam bidang tertentu. Ia menyebut para pemahat di Bali yang tidak pernah bersekolah tetapi kemampuan pahatannya tidak diragukan lagi. Sekarang yang dibutuhkan adalah membangun konsep demokrasi dalam pengalaman bersekolah dengan school government. Sekolah harus juga mengajarkan konsepsi gender, HAM dan lingkungan hidup yang dapat dimengerti oleh anak-anak didik,” tegasnya. (Copyright @ Sinar harapan, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009) Berdasarkan hal tersebut, jelaslah sudah bahwa konsep pendidikan seumur hidup bukan hanya diterapkan pada lembaga pendidikan formal (sekolah), tetapi juga dalam lembaga informal (luar sekolah)
Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas :
1. Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2 . Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :
a. Dalam lingkungan rumah tangga ( keluarga ), sebagai unit masyarakat yang pertama dan utama.
b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal dan
c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
3. Lembaga penangungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :
a.Lembaga keluarga ( orang tua )
b.Lembaga sekolah
c.Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Ketiga lembaga penangungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsep pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. (M.Noor.Syam :128)
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman. Jika dilihat dari beberapa unsur tersebut, kita bisa melihat dengan jelas, orangtua merupakan unsur terdekat yang akan sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. (Muhtadi. A.M @ Kaunee. Com, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009.
Rasulullah Saw mengingatkan peran penting orangtua ini dengan sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, hanya kedua orang tuanyalah yang akan membuat dirinya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani atau seorang Majusi.” (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harusnya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil. ( M.Fakhruddin @ http://www4.shoutmix.com/?kahmiuin”, dikutip pada tanggal 26 Maret 2009) Implikasi Pendidikan Seumur Hidup Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi sebagai berikut
a. Pengertian implikasi :
Ialah akibat langsung atau konskuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2.Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Karenanya lebih menekankan, tanggungjawab pendidikan :
- Oleh subyek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal)
- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya
c. Isi yang dididik :
Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup :
1. Potensi jasmani dan panca indera. Dengan mengembangkan sikap hidup sehat dan teratur.
2. Potensi pikir (rasional)
Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir.
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemansiaan dengan menghayati tata nilai Ketuhanan, kemanusiaan, sosial dan budaya
- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai seginya, satra dan budayanya.
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar , ulet, tabah, menghadapi segala tantangan.
5. Potensi-potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni budaya
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi, semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional.
7. Potensi budi nurani. Yakni kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia yang berbudi luhur. (M.Noor.Syam :143)
Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Orang Tua (Keluarga), Sekolah, dan tidak lupa masyarakat, agar teciptanya manusia Indonesia, yang mandiri, sukses dalam Imtaq dan Iptek, yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kesimpulan
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komperhensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikiran, kepribadian manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian yang demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang bahkan berlangsung seumur hidup. ( M. Noor.Syam: 125)
Konsepsi pendidikan seumur hidup (Long Life Education) mulai di masyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip Pembangunan Nasional (Pembangunan Bangsa dan Watak Bangsa).Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah
Dalam Islam, kita mengenal konsep pendidikan seumur hidup yang terangkum dalam kalimat “minal mahdi ilal lahdi”, dari buaian hingga liang kubur. Konsep long life education ini melibatkan banyak unsur pembentuk kepribadian manusia dari sejak dia terlahir hingga akhirnya meninggal dunia. Di antara unsur-unsur tersebut adalah: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan teman.
segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau saran didik
2. Proses berlangsungnya pendidikan, yakni waktu-waktunya seumur hidup manusia.
Ada 7 potensi yang bisa dikembangkan dalam diri manusia, antara lain :
1. Potensi jasmani dan panca indera.
2. Potensi pikir (rasional).
3. Potensi perasaan dikembangkan :
- Perasaan yang peka dan halus
- Perasaan estetika
4. Potensi karsa atau kemauan yang keras
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya, konsepsi dan imajinasi.
7. Potensi budi nurani.
BAB VIII
Sistem pendidikan Nasional
A. Pendahuluan
Setidaknya ada dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Dan yang kedua Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.
Adanya perubahan UUSPN No.2 tahun 1989 menjadai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dimaksudkan agar system pendidikan nasional kita bisa menjadi jauh lebih baik dibanding dengan system pendidikan sebelumnya. Hal ini seperti yang dikemukan oleh seorang pengamat hokum dan pendidikan, Frans Hendrawinata beliau mengatakan bahwa dengan adanya undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru, maka diharapkan undang-undang tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita untuk memiliki suatu sistem pendidikan nasional yang mantap, yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya manusia yang berkualitas.
B. Analisis
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan Ahlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan”. Padahal dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan, 1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut; 2) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan Islam dimana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran. Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan “SD/SMP”. Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islamny.
Sementara saat akan diundangkannya RUU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 terjadi juga kontroversi dimana RUU ini dianggap oleh Kelompok tertentu sebagai RUU yang sangat tidak pluralis. Yang dianggap paling kontroversial adalah Pasal 13 ayat 1a yang berbunyi: “Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa visi dan misi pendidikan nasional sangat terfokus pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia. Konsep itu mengesampingkan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional dipersempit secara substansial. Padahal tugas untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah tugas lembaga keagamaan dan masyarakat, bukan lembaga pendidikan.
Mereka yang menentang umumnya datang dari kalangan lembaga-lembaga pendidikan swasta non-Islam, sedangkan yang mendukung adalah dari kelompok penyelenggara pendidikan Islam. Hal yang ditentang adalah yang menyangkut keharusan sekolah-sekolah swasta menyediakan guru agama yang seagama dengan peserta didik. Pasal ini menimbulkan konsekuensi biaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan baik Kristen maupun Islam. Karena mereka harus merekrut guru-guru agama sesuai dengan keragaman agama anak didiknya. Pasal ini sangat adil. Sebab, sekolah-sekolah non-Islam dan Islam dikenai kewajiban yang sama. Sekolah-sekolah Islam menyediakan guru agama dari non-Islam, sebaliknya sekolah-sekolah non-Islam menyediakan guru-guru agama Islam. Hanya realitasnya adalah banyaknya anak-anak dari keluarga Islam yang bersekolah di sekolah non-Islam. Sementara itu anak-anak dari keluarga non-Islam sedikit sekali – untuk tidak menyatakan tidak ada – yang bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang berwatak Islam.
Konsekuensinya, beban anggaran sekolah-sekolah non-Islam untuk menyediakan guru-guru agama Islam lebih besar daripada anggaran sekolah-sekolah swasta Islam untuk menggaji guru-guru agama lain. Padahal UU itu cukup adil. Masalah itu bisa terjawab manakala pemerintah menyediakan dan menanggung gaji guru-guru agama itu. Atau beban itu diserahkan sepenuhnya ke orang tua anak didik, bukan lembaga pendidikan. Jika ini tidak diatasi, akan menimbulkan bahaya besar. Sekolah-sekolah swasta baik Islam maupun non-Islam karena keterbatasan anggaran lalu membatasi jumlah anak didik yang berbeda agama.
Departemen Agama (Depag) sudah mengantisipasi dengan menyediakan tenaga guru-guru agama bila RUU Sisdiknas ini disahkan. Jadi, sebetulnya tidak masalah dan mengkhawatirkan soal tenaga guru untuk memenuhi tenaga pengajar di sekolah-sekolah non-Islam. Lain halnya jika dalam memaknai dan memahami pasal 13 RUU Sisdiknas, semula kalangan dari penyelenggara negara sampai lembaga-lembaga pendidikan keagamaan masih terjebak pada kecurigaan-kecurigaan isu agama seperti adanya islamisasi dan seterusnya yang semestinya sudah lama dihilangkan. Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, diantaranya :
1 Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2 Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a).
3 Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18).
4 Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
5 Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan UUSPN No 2/89 menjadi UUSISDIKNAS No 20/2001.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dirubahnya UUSPN No 2/89 menjadi UUSISDIKNAS No 20 Tahun 2003 diantaranya adalah :
1. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih bersifat sentralistik
2. UUSPN No. 2 Tahun 1989 masih belum bermutu, kemudian sesuai tuntutan dalam UUSISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dibuatlah Standar Nasional Pendidikan
3. UUSPN No. 2 Tahun 1989 belum mengarah pada pendidikan untuk semua
4. Belum Mengarah pada pendidikan seumur hidup
5. Pendidikan belum link and match dengan dunia usaha dan dunia kerja.
6. Belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
D. Penutup
Selama tidak ada keinginan dan tidak memiliki prinsip bahwa hari ini harus jauh lebih baik dari hari kemarin maka sehebat apapun undang-undang yang dibuat tetapi tidak meiliki keinginan untuk memperaktekannya di lapangan, maka undang-undang tersebut hanya bagaikan guru di atas kertas tetapi menjadi tikus pada tataran realita.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional, UUSPN No.2 tahun 1989
Departemen Pendidikan Nasional, UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003
Husni Rahim, Pengakuan madrasah sebagai sekolah umum (berciri khas Islam)dalam http://pendis.depag.go.id
Eko Budi Harsono, RUU Sistem Pendidikan Nasional dan Jebakan Isu Agama
dalam http://www.suarapembaruan.com
BAB IX
Pendidikan agama di Indonesia
Pluralitas dalam berbagai bidang, termasuk agama merupakan bagian dari proses perubahan yang saat ini semakin terasa pengaruhnya. Beberapa tahun yang lalu, John Naisbitt bersama Patricia, dalam bukunya Megatrend 2000, membuat prediksi tentang kebangkitan agama, yang ditandai dengan lahir dan berkembangnya agama atau keyakinan baru -dari denominasi hingga pemujaan- tercipta setiap tahun, jumlahnya berlipat ganda menjadi ratusan. Dan saat ini, prediksi di atas semakin nampak jelas indikasinya.
Indonesia yang sejak awal merupakan negara pluralis, baik ras, suku, bahasa, adat istiadat, maupun agama, dari waktu ke waktu memperlihatkan keberagaman yang khas. Wujud keberagaman itu disimbolkan melalui Bhineka Tunggal Ika yang mempunyai makna filosofi dalam kehidupan kebersamaan bagi masyarakat Indonesia, sehingga prinsip pluralisme menjadi suatu keharusan untuk dijunjung tinggi.
Konsep pluralisme tersebut telah menjadi filosofi ketatanegaraan masyarakat dunia saat ini, yang merupakan konsekwensi dari masyarakat yang hidup di era globalisasi. Dalam Islam, pluralisme merupakan dasar dari khilqah (penciptaan) alam dan karenanya pluralisme tidak berpotensi untuk melahirkan konflik.
Prinsip pluralisme, yang seharusnya memberikan “angin segar” di tengah pluralitas agama dalam realitasnya diartikan oleh masing-masing fihak dalam konteks yang berbeda, yang hanya “disadari” dan “difahami” sebagai sebuah wacana tanpa dibarengi dengan wujud kongkrit dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Akibatnya pluralisme yang diharapkan berpotensi untuk mewujudkan dinamisasi hidup beragama, justru sebaliknya. Pluralitas agama di Indonesia, semakin rentan terhadap terjadinya konflik baik yang sifatnya antar agama maupun antar golongan seagama. Konflik agama yanng muncul antara lain, karena masing-masing fihak secara emosional mengklaim dirinya paling benar (truth claim) yang kemudian melahirkan sikap untuk mendominasi dan menguasai golongan lain.
Pluralitas agama mempunyai tantangan tersendiri bagi dinamika masyarakat. Menurut Berger, tantangan besar agama (religiusitas) di masa depan bukanlah modernisasi, melainkan pluralitas masyarakat. Artinya, kesediaan kita untuk memahami dan berbeda dengan orang lain. Bagi masyarakat Indonesia, yang nota bene adalah masyarakat pluralis, tentu mempunyai tantangan ke depan yang akan jauh lebih kompleks. Dan salah satu persoalan yang menonjol saat ini adalah hubungan antar agama yang tidak rukun, yang melatar belakangi timbulnya perang.
Pluralitas agama di Indonesia merupakan persoalan crusial, yang harus diperhatikan. Kesadaran tentang adanya perbedaan antara satu dengan lainnya merupakan sikap yang perlu untuk ditanamkan dan dikembangkan dalam masyarakat, sehingga klaim right and wrong is my country tidak perlu terjadi yang berbuntut terjadinya konflik agama dan dapat berkembang menjadi konflik yang lebih luas. Di sisi lain pluralitas berpotensi pula terhadap “rapuhnya” keimanan seseorang apabila tidak dibarengi dengan komitmen yang tinggi terhadap agamanya. Apabila pluralisme merupakan realitas yang harus dihadapi, maka penting untuk memahaminya lebih lanjut.
Pendidikan sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan individu dan masyarakat, merupakan salah satu media yang sangat efektif untuk mewujudkan masyarakat yang dinamis di tengah pluralitas agama dan sekaligus dapat menjadi pemicu terhadap terjadinya konflik agama apabila pendidikan dilaksanakan melalui proses yang tidak tepat. Melalui pendidikan, manusia diperkenalkan tentang eksistensi diri, hubungannya dengan sesama, alam, dan Tuhannya. Sehingga idealnya, pendidikan (baca: Pendidikan Agama Islam) yang berlangsung selama ini, seharusnya dapat mengantisipasi dan mencari solusi terhadap terjadinya pertikaian, perselisihan, pembunuhan, dan lainnya, yang antara lain berakar dari persoalan agama.
Namun demikian, kenyataan yang muncul selama saat ini benih-benih konflik, bahkan konflik yang muncul apabila ditelusuri lebih lanjut cenderung disebabkan karena persoalan agama dan menjadikan agama sebagai alat yang ampuh untuk menyulut kerusuhan. Hal ini satu sisi merupakan indikasi “belum berhasilnya” Pendidikan Agama Islam (PAI) terutama di sekolah dalam menanamkan nilai-nilai agama sebagai rahmatan lil’alamin pada anak didik, yang salah satunya disebabkan operasionalisasi dari pendidikan yang hanya cenderung mengarah pada bagaimana menanamkan doktrin-doktrin agama dengan hanya menggunakan pendekatan teologis-normatif .
Memahami agama dengan hanya menggunakan pendekatan ini akan melahirkan sikap keberagamaan yang eksklusif, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang dapat membentuk pengkotak-kotakkan umat, tidak ada kerjasama dan tidak akan terjalin kerjasama, dan tidak terlihat adanya “kepedulian sosial”.Sehingga yang sering ditonjolkan hanya perbedaannya –walaupun pada dasarnya masing-masing agama mempunyai perbedaan, karakter, dan ciri khas yang berbeda-beda- sebaliknya nilai toleransi, kebersamaan, tenggang rasa, selama ini kurang ditonjolkan.
Paling tidak hal ini dapat dilihat dari beberapa kritik yang muncul, antara lain bahwa keilmuan dalam pendidikan Islam hanya terbatas pada kumpulan “doktrin agama Islam” yang ditransmisikan begitu saja pada generasi penerus lewat jalur pendidikan formal maupun informal. Sementara, bagaimana nilai-nilai itu diaktualisasikan dalam kehidupan yang lebih riel belum sepenuhnya tersentuh. Di sisi lain, agama yang pada hakekatnya mengajarkan tentang kebersamaan, kerukunan dan toleransi, ketika masuk dalam wilayah empiris dan berhadapan dengan berbagai kepentingan-kepentingan manusia menjadi tidak berdaya, sehingga memerlukan reinterpretasi untuk lebih dapat mengetahui dan memahami makna dibalik doktrin-doktrin yang ada. Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan agama selama ini sedikit yang mengajarkan tentang toleransi.
Dalam sebuah penelitian, yang dilakukan oleh Ibnu Hadjar terhadap para pelajar di tengkat menengah (SMU dan MA) tentang hubungan antara pendidikan agama, keberagaman, dan prasangka terhadap umat Kristen menunjukkan pendidikan agama tidak meningkatkan pemahaman keagamaan dan toleransi kepada kelompok-kelompok yang berbeda.
Kenyataan adanya konflik agama yang muncul, menuntut kita untuk menengok kembali proses pendidikan yang berlangsung selama ini, bagaimana doktrin-doktrin itu diajarkan dan diinterpretasikan dalam kehidupan riel yang terus berubah. Di atas merupakan gambaran dari sebagian realitas pendidikan agama Islam. Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, pendidikan Islam akan selalu berproses dengan berbagai problematikanya dari waktu ke waktu. Sehingga selama berproses itu pula pendidikan Islam dituntut untuk selalu responsif, adaptif, dan inovatif terhadap berbagai persoalan yang terjadi dengan selalu mengupayakan bentuk solusi yang tepat. Hal ini penting karena tanpa upaya-upaya tertentu, mustahil pendidikan Islam dapat berperan baik sebagai agent social of change maupun agent social of conservation. Untuk mewujudkan harapan tersebut dalam proses pendidikan (pendidikan formal) sangat terkait erat dengan format kurikulum yang harus dirancang secara tepat dan sesuai dengan sasaran yang diinginkan.
BAB X
Demokrasi pendidikan
A.Pengertian Demokrasi Pendidikan
Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertical (Hasbullah.2006)
Maksud demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengelola pendidikan (Hasbullah.2006).
Sedangkan demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas (Hasbullah.2006) mengandung tiga hal yaitu :
1 Rasa hormat terhadap harkat sesama manusia
Demokrasi pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara satu dengan yang lainnya baik hubungan antara sesama peserta didik atau hubungan dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.
2 Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat
Dari prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik, karena dengan pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih sehat, baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya sendiri secara teratur, sistematis dan komprehensif serta kritis sehingga anak didik memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan yang luas.
3 Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama
Dalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi bebas karena orang lain menghormati kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak ada seseorang yang karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan orang lain atau kebebasannya sendiri.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hanya tercapai bila setiap warga negara atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memanjukan kepentingan bersama karena kebersamaan dan kerjasama inilah pilar penyangga demokrasi. Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal sebagai berikut (Prasetya, Tri. 2000)
1. pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civic), ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang penting;
2. suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya dengan mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri;
3. suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.
B.Prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan
Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara lain :
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka
Dari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena dalam realitasnya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan itu akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.
Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan,diantaranya :
1. Keadilan dalam pemerataan kesempata belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang ada.
2. Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik.
3. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.
Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini :
1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.
2. Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur.
3. Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain.
C.Prinsip-prinsip demokrasi dalam pandangan islam
Acuan pemahaman demokrasi dan demokrasi pendidikan dalam pandangan ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Di dalam Al-qur’an :
Surat Asy-Syura ayat 38
والذين استجابوا لربهم واقاموا الصلوة وامرهم شورى بينهم ومما روقنهم ينفقون
“dan (bagi) orang-rang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka“.
Surat An-Nahl ayat 43
وما ارسلنا من قبلك الا رجالا نوحى اليهم فسئلوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
“dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة
“”menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim (baik pria maupun wanita)”
D.Demokrasi pendidikan di Indonesia
Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini terdapat dalam :
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat 3.
Garis-garis Besar Haluan Negara di Sektor Pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah.2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Prasetya, Tri. 2000.Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia
BAB XI
Inovasi Pendidikan
A. Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual or other unit of adoption. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang. Contoh bidangnya adalah :
1. Managerial
2. Teknologi
3. Kurikulum
Menurut Miles karakteristik inovasi adalah
1. Deliberate
2. Novel
3. Spesific
4. Direction to goal attaintment
Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi adalah :
1. Struktur
2. Prosedur
3. Personal
Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.
Praktisi Pendidikan dapat dikelompokan ke dalam :
1. Administrator terdiri dari :
a) Principal
b) Superintendent
c) Teacher
Dalam hal penerimaan atau sikap terhadap perubahan dua kelompok ini mempunyai pandangan dan sikap yang tidak selalu sama, karena peran yang dimainkan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan berbeda dan lingkungan kerja yang sering dijalani masing-masing juga berbeda
Menurut Ernest R House, dalam pendidikan Administrator (Kepala dan Pengawas lebih mudah menerima inovasi disbanding guru karena :
1. Sosial interaction inhibit diffusion across professional boundaries
2. Teacher remain isolated in classroom which does not enhance the diffusion of new idea within the profession
3. Never adopt innovation as a whole, only bits and pieces
4. Passive adopter
Dalam konteks Indonesia, inovasi pendidikan umumnya merupakan suatu gerakan yang bersifat top down,dalam arti inisiatif dalam melakukan inovasi selalu dating dari pihak pemerintah
B. Proses Inovasi
Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di sini ada unsure keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi dapat dimaknai sebagai proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M Rogers proses keputusan inovasi adalah the process through which abn individual (or other decision making unit) passes from first knowledge of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this decision
Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi
1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge
2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion
3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula
Atribut Dan Sumber-Sumber Inovasi terdapat lima atribut inovasi:
1. Relative Advantage : Kondisi dimana inovasi dipandang lebih baik dari ide sebelumnya,yang nampak dari keuntungan ekonomis, pemberian status, atau cara lainnya
2. Compatibility Keadaan dimana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan potensil adopter, atau inovasi itu dipandang sesuai dengan : 1) Socio cultural value and belief; 2) Previously introduces idea; 3) Clients needs for innovation
3. Complexity : Keadaan dimana inivasi dipandang secara relative sulit difahami dan digunakan. Keadaan ini berpengaruh negatif terhadap tingkat adopsi.
4. Trialibility : Keadaan dimana suatu inovasi dapat diuji secara terbatas, kondisi ini berhubungan positif dengan tingkat adopsi.
5. Observability : Keadaan dimana hasil suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Kondisi ini berhubungan secara positif dengan tingkat adopsi
Disamping hal tersebut di atas tingkat adopsi juga dipengaruhi oleh :
1. Tipe keputusan inovasi (optional, kolektif, otoritas)
Communication (Saluran komunikasi)
Nature of Sosial system ( Norma, tingkat hubungan sosial)
Extent of Change agents (upaya promosi)
Keinovatifan Dan Kategori Penerima Inovasi
Keinovatifan (Innovativeness) adalah the degree to which an individual or other onit of adoption is relativelyearlier in adopting new ideas than other member of a system (Everett M Roger)
Kategori Adopter :
Innovator
Early adopter
Early majority
Late majority
Laggards
Ciri-cirinya :
Innovator :
1. Very eager to try new ideas
2. Desire the hazardous, the rash, thedaring, risky
3. Kosmopolitan
Early adopter
1. Lokalist
2. Has the greater degree of opinion leader (berperan to decrease uncertainty about new idea by adopting it)
3. Early Majority
4. Deliberate before adopting a new idea
5. Follow with deliberate willingness in adopting innovation, seldom lead
Late majority
1. Adopt after average number of sosial system
2. Approach innovation with skeptical
3. Laggards
4. Reference to the past, including in decision making
5. Traditional
6. Suspicious to innovation and change agent
BAB XII
Probolem kependidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.* Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
3. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
5. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.